Tanaman Jahe : Asal usul, Ciri-ciri, Jenis, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh

Tanaman jahe (Zingiber officinale) adalah tanaman rempah-rempah yang telah lama digunakan dalam berbagai budaya untuk keperluan kuliner dan pengobatan. Artikel ini akan mengulas asal usul, ciri-ciri, berbagai jenis, klasifikasi, dan syarat tumbuh tanaman jahe. 

gambar jahe

Pengenalan singkat tentang jahe

Jahe (Zingiber officinale) merupakan tanaman berbunga yang rimpangnya, jahe atau jahe, banyak digunakan sebagai bumbu dan obat tradisional. jahe merupakan tanaman herba abadi yang menumbuhkan pseudostem tahunan (batang palsu yang terbuat dari pangkal daun yang digulung) setinggi sekitar satu meter, dengan helaian daun yang sempit. Perbungaannya menghasilkan bunga yang memiliki kelopak kuning pucat dengan tepi ungu, dan muncul langsung dari rimpang pada pucuk terpisah.

Asal usul jahe dan penamaan

Jahe termasuk dalam famili Zingiberaceae, yang juga termasuk kunyit (Curcuma longa),kapulaga (Elettaria cardamomum), dan lengkuas. Jahe berasal dari kawasan AsiaTenggara dan kemungkinan besar didomestikasi pertama kali oleh masyarakat Austronesia. Jahe menyebar ke seluruh Indo-Pasifik selama ekspansi Austronesia (c. 5.000 BP), mencapai hingga Hawaii. Jahe adalah salah satu rempah-rempah pertama yang diekspor dari Asia, tiba di Eropa dengan perdagangan rempah-rempah, dan digunakan oleh orang Yunani dan Romawi kuno. Dikotil yang berkerabat jauh dalam genus Asarum biasa disebut jahe liar karena rasanya yang mirip.
Jahe digunakan dalam pengobatan tradisional dan sebagai suplemen makanan. Catatan tertulis pertama tentang jahe berasal dari Analects of Confucius, yang ditulis di Tiongkok selama periode Negara-Negara Berperang (475–221 SM). Di dalamnya, Konfusius dikatakan makan jahe setiap kali makan. Pada tahun 406 M, biksu Faxian menulis bahwa jahe ditanam dalam pot dan dibawa dengan kapal Tiongkok untuk mencegah penyakit kudis. Selama Dinasti Song (960–1279), jahe diimpor ke Tiongkok dari negara-negara selatan.
Jahe diperkenalkan ke Mediterania oleh orang Arab, dan dijelaskan oleh penulis seperti Dioscorides (40–90 M) dan Pliny the Elder (24–79 M).Pada tahun 150 M, Ptolemeus mencatat bahwa jahe diproduksi di Ceylon (Sri Lanka). Jahe mentah dan diawetkan diimpor ke Eropa pada Abad Pertengahan dan dijelaskan dalam farmakope resmi beberapa negara. Di Inggris abad ke-14, satu pon jahe harganya sama dengan harga seekor domba.
Pada tahun 2019, produksi jahe dunia adalah 4,1 juta ton, dipimpin oleh India dengan 44% dari total produksi dunia.

Penamaan Jahe

Jahe memiliki nama ilmiah (Zingiber officinale) yang pertama kali dinamai oleh William Roxburgh dalam bukunya Flora Indica yang diterbitkan pada tahun 1832. Kata Zingiber berasal dari Bahasa Yunani “Zingiberi” yang diserap dari kata “Singabera” dari Bahasa Sanskerta yang memiliki makna “tanduk” karena bentuk jahe yang mirip dengan tanduk rusa. Officinale merupakan serapan bahasa latin (officina) yang memiliki makna bahwa tumbuhan digunakan dalam kebutuhan farmasi dan ilmu kesehatan.
Asal usul kata “ginger” dalam bahasa Inggris berasal dari pertengahan abad ke-14, dari bahasa Inggris Kuno gingifer, yang berasal dari bahasa Latin Abad Pertengahan gingiber, gingiber dari bahasa Yunani ζιγγίβερις zingiberisdari bahasa Prakrit (India Tengah) siṅgabera, dan siṅgabera dari bahasa Sansekerta śṛṅgavera. Kata Sansekerta diperkirakan berasal dari kata Dravida kuno yang juga menghasilkan istilah Tamil dan Malayalam iñci-vēr (dari vēr, “root”);penjelasan alternatifnya adalah bahwa kata Sansekerta berasal dari kata dari srngam, yang berarti “tanduk”, dan vera, yang berarti “tubuh” (menggambarkan bentuk akarnya), tapi itu mungkin etimologi rakyat. Kata tersebut mungkin diadopsi kembali dalam bahasa Inggris Pertengahan dari gingibre Prancis Kuno (gingembre Prancis modern).

Jahe memiliki nama yang beragam di seluruh Indonesia. Daerah yang berada di Pulau Sumatra mengenalnya dengan nama halia (Aceh), beuing (Gayo), bahing (Karo), alia (Melayu), pege (Toba), sipode (Mandailing), lahya (Komering) lahia (Nias), sipodeh (Minangkabau), page (Lubu), dan jahi (Lampung). Nama jahe mungkin berasal dari pulau Jawa karena memiliki kemiripan seperti jahe dalam bahasa Sunda, jae (Jawa), jhai (Madura), dan jae (Kangean). Daerah Indonesia timur seperti Pulau Sulawesi mengenal jahe dengan nama layu (Mongondow), moyuman (Poros), melito (Gorontalo), yuyo (Buol), siwei (Baree), laia atau leya (Makassar), dan pace (Bugis). Di Maluku, jahe dikenal dengan nama hairalo (Amahai), pusu, seeia, sehi, siwe (Ambon), sehi (Hila), sehil (Nusa Laut), siwew (Buns), garaka atau woraka (Ternate), gora (Tidore), sohi (Banda) dan laian (Aru). Daerah di Pulau Papua menyebutnya dengan nama tali dalam bahasa Kalanapat dan marman dalam bahasa Kapaur. Wilayah Nusa Tenggara dan sekitarnya menyebutnya dengan nama jae atau jahi (Bali), reja (Bima), alia (Sumba), dan lea (Flores). Bahasa dayak di Kalimantan (Dayak) mengenal jahe dengan sebutan lai, sedangkan dalam bahasa banjar disebut tipakan.

Ciri-ciri / morofologi tanaman jahe

ciri ciri tanaman jahe

 Tanaman jahe yang telah lama dikenal dan tumbuh baik di Indonesia merupakan salah satu rempah-rempah yang sejak dulu dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia (Tejasari dkk., 2001). Tumbuhan semak berbatang ini  tingginya bisa mencapai 30-100 cm. Akarnya berbentuk rimpang dengan daging akar berwarna kuning hingga kemerahan dengan bau yang menyengat. Bentuk daun bulat panjang dan tidak lebar, berdaun tunggal dengan panjang antara 15-28 cm (Agromedia, 2007). Berikut ciri-ciri botani dari tanaman jahe.

Batang

Tanaman tumbuh tegak setinggi 30-75 cm. Batang semu jahe merah berbentuk bulat kecil, berwarna hijau kemerahan dan agak keras karena diselubungi oleh pelepah daun (Tim Lentera, 2002).

Daun

daun jahe

 Daun menyirip dengan panjang 15 hingga 23 mm dan panjang 8 hingga 15 mm. Tangkai daun berbulu halus. Ketika daun mengering dan mati, pangkal tangkainya (rimpang) tetap hidup dalam tanah.

Bunga

bunga tanaman jahe

Bunga jahe tumbuh dari dalam tanah berbentuk bulat telur dengan panjang 3,5 hingga 5 cm dan lebar 1,5 hingga 1,75 cm. Gagang bunga bersisik sebanyak 5 hingga 7 buah. Bunga berwarna hijau kekuningan. Bibir bunga dan kepala putik ungu. Tangkai putik berjumlah dua.

Akar

Akar merupakan bagian terpenting dari tanaman jahe. Pada bagian ini tumbuh tunas-tunas baru yang kelak akan menjadi tanaman. Akar tunggal (rimpang) tertanam kuat di dalam tanah dan makin membesar dengan pertambahan usia sertamembentuk rhizoma-rhizoma baru (Rukmana, 2000).
Rimpang tersebut akan bertunas dan tumbuh menjadi tanaman baru setelah terkena hujan . Rimpang jahe berbuku-buku, gemuk, agak pipih, membentuk akar serabut. Rimpang tersebut tertanam dalam tanah dan semakin membesar sesuai dengan bertambahnya usia dengan membentuk rimpang-rimpang baru. Di dalam sel-sel rimpang tersimpan minyak atsiri yang aromatis dan oleoresin khas jahe (Harmono dan Andoko, 2005). 

Rhizoma jahe secara umum mengandung minyak volatil, senyawa penyebab rasa pedas, protein, serat, pati, dan elemen mineral.Dari keseluruhan kandungan tersebut, pati terdapat dalam jumlah yang cukup banyak sekitar 45-55% dari berat kering rizoma jahe (Setyaningrum dan Saparinto, 2013).
Rimpang yang akan digunakan untuk bibit harus sudah tua minimal berumur 10 bulan.  Ciri-ciri rimpang tua antara lain :

  • Kandungan serat tinggi dan kasar
  • Kulit licin dan keras tidak mudah mengelupas
  • Warna kulit mengkilat menampakkan tanda bernas.
  • Rimpang yang terpilih untuk dijadikan benih, sebaiknya mempunyai 2 – 3 bakal mata tunas yang baik dengan bobot sekitar 25 -60 g untuk jahe putih besar, 20 – 40 g untuk jahe putih kecil dan jahe merah.

BACA JUGA :

 

Jenis Jahe

Jahe dapat dibedakan jenisnya dari aroma, warna, bentuk dan besarnya rimpang. Atas dasar hal tersebut, maka dikenal 3 (tiga) klon jahe.Beberapa jenis jahe yang ada dan sering dibudidayakan antara lain (Diperta Prov. Jabar, 2009) :

1. Jahe putih/kuning besar / jahe gajah /  jahe badak Jahe Besar (Z. officinale Sp)

Jahe ini rimpangnya lebih besar dan gemuk, ruas rimpangnya lebih menggembung dari kedua varietas lainnya. Jenis jahe ini biasa dikonsumsi baik saat berumur muda maupun berumur tua, baik sebagai jahe segar maupun jahe olahan.

Tampilan tiap jenis jahe (a) jahe besar / gajah (b) jahe  empirit dan (c) jahe merah
jenis jahe  :  jahe gajah, jahe empirit dan jahe merah

2. Jahe putih/kuning kecil / jahe sunti /  jahe emprit /  Jahe Kecil (Z. officinale var. Amarum)

Jahe ini disebut jahe kecil karena ruasnya kecil, agak rata sampai agak sedikit menggembung. Jahe ini selalu dipanen setelah berumur tua. Kandungan minyak atsirinya lebih besar dari pada jahe gajah, sehingga rasanya lebih pedas, disamping seratnya tinggi. Jahe ini cocok untuk ramuan obat-obatan, atau untuk diekstrak oleoresin dan minyak atsirinya.

3. Jahe Merah (Z. officinale var. Rubrum)

Rrimpangnya berwarna merah dan lebih kecil dari pada jahe putih kecil sama seperti jahe kecil, jahe merah selalu dipanen setelah tua, dan juga memiliki kandungan minyak atsiri yang sama dengan jahe kecil, sehingga cocok untuk ramuan obat-obatan.

Klasifikasi tanaman jahe

Dalam taksonomi tumbuhan, jahe diklasifikasikan sebagai berikut:

  • Divisi    : Spermatophyta
  • Subdivisi : Angiospermae
  • Kelas     : Monocotyledonae
  • Ordo      : Musales
  • Family    : Zingiberaceae
  • Genus     : Zingiber
  • Spesies   : Officinale

Syarat Tumbuh Tanaman Jahe

Tanaman jahe mempunyai daya adaptasi yang luas di daerah tropis, sehingga dapat tumbuh di daratan rendah sampai pegunungan. Namun, untuk tumbuh dan berproduksi secara optimal, tanaman jahe membutuhkan kondisi lingkungan tumbuh yang sesuai.Jahe tumbuh subur di ketinggian 0 hingga 1500 meter di atas permukaan laut, kecuali jenis jahe gajah di ketinggian 500 hingga 950 meter.
Untuk bisa berproduksi optimal, dibutuhkan curah hujan 2500 hingga 3000 mm per tahun, kelembapan 80% .Tanah lembap dengan PH 5,5 hingga 7,0 dan unsur hara tinggi. Tanah yang digunakan untuk penanaman jahe tidak boleh tergenang.

Scroll to Top